Highland Potsherds and Post-Sriwijaya Pottery Industry in Lampung, Indonesia

A Granulometric Analysis

Abstract

Potsherds fragments or earthenware pottery are a type of archaeological evidence frequently discovered in surveys and excavations. These fragments represent pottery in many forms such as containers and crafts with decorated or plain surfaces. Earthen pottery has distinct characteristics and frequently represents the identity of a specific community. Sriwijaya was a famous kingdom in Sumatra from the 7th to the 10th century. Lampung is in the far south of Sumatra, and highland potsherds from this region are intriguing.  However, the highland region is arguably not the origin of these potsherds, geologically or historically. This paper examines the origin of these potsherds through granulometric analysis and ethnography. This research shows the potsherd's granulometric from the highlands is similar to the lowlands of Lampung, and they might adopt the same technique on making pottery from 1000 to 200 years ago. The development of the pottery industry changed in the last 100 years, following the implementation of the Dutch transmigration in 1905 when the Javanese potters began to produce earthen ware techniques from their homeland. The results of this study support the idea that the lowlands have been the main suppliers of pottery for the highlands and surrounding areas, from the post-Sriwijaya era until the present.

Tembikar adalah bukti arkeologi yang sering ditemukan  dalam bentuk pecahan dalam survei dan penggalian. Artefak ini berbentuk wadah dan non-wadah dengan permukaan yang dihias atau polos. Tembikar memiliki karakteristik yang berbeda dan mewakili identitas kelompok tertentu. Sriwijaya merupakan kerajaan terkenal di Sumatera dari abad ke-7 hingga abad ke-10. Lampung adalah wilayah terjauh Sriwijaya di selatan, di mana tembikar di dataran tingginya mengundang pertanyaan yang tidak didukung oleh data geologi dan sejarah. Tulisan ini meneliti asal tembikar dataran tinggi melalui analisis granulometri dan etnografi. Penelitian menunjukkan granulometri tembikar dari dataran tingi sama dengan di dataran rendah Lampung. Kemungkinan mereka telah mengadopsi teknik pembuatan tembikar yang sama sejak 1000 hingga 200 tahun yang lalu. Perkembangan industri tembikar mulai berubah sejak 100 tahun terakhir atau saat diterapkannya program transmigrasi oleh Belanda pada 1905, di mana para pendatang dari Jawa mulai membuat tembikarnya sendiri yang sama dengan asalnya. Hasil penelitian ini mendukung hipotesa dataran rendah sebagai pemasok utama gerabah untuk dataran tinggi dan sekitarnya sejak pasca Sriwijaya hingga sekarang.