Can We Dance While Seeing the Screen? Liveness in Three Dangdut Performances During the Covid-19 | Dapatkah kita berjoged sambil Menonton Layar: Liveness pada Tiga Pertunjukan Dangdut selama Covid-19

Authors

DOI:

https://doi.org/10.26721/spafajournal.0pzoweu6wt

Keywords:

Dangdut, Digital Performance, Interactivity, Liveness, Resilience

Abstract

This paper deals with the concept of liveness and digital performance during Covid-19 through Dangdut performance. This paper originated because after the spread of the Covid-19 virus in March 2020, Dangdut could not be performed in its regular stages and several performances cancelled. Covid-19 impacted many kinds of performances, but Dangdut is highlighted because the performance stimulates the audience to respond by dancing on the stage and giving tips to the singer (sawer). The live performance creates ambiance, intimacy, and interactivity among the singers, musicians, and audiences. In short, liveness is essential in Dangdut performance. How do musicians sustain live, staged performances of Dangdut during Covid-19? What efforts did the musicians make? How does digital technology assist in the production of liveness for Dangdut? This paper will discuss what has been done by Dangdut actors in media streaming. To articulate the phenomenon, I referred to a debate about the liveness of live performance and live streaming from a performance studies perspective. This paper discusses how performers such as Ndarboy Genk, Guyon Waton, Denny Caknan, and OM Wawes tried to solve the liveness problem. These performances have the intention to enlighten the experience of the liveness in digital performance. These performances proved the resilience of Dangdut agents during the Covid-19. This paper will enrich the point of view of performance studies and popular music studies.

 

Tulisan ini menyoal tentang liveness dan pertunjukan digital di masa Covid-19 melalui pertunjukan Dangdut. Tulisan ini terstimulasi pasca tersebarnya virus Covid-19 pada Maret 2020, Dangdut tidak dapat melakukan pementasan di panggung berkala dan banyak pertunjukan dibatalkan. Covid-19 terjadi dan berimplikasi kepada banyak jenis pertunjukan, tetapi saya menggarisbawahi Dangdut karena panggung Dangdut menstimulasi penonton untuk merespons, semisal berjoged di panggung dan memberi tips kepada penyanyi (sawer). Pertunjukan live mencipta ambiance, keintiman, dan interaktivitas antara penyanyi, musisi, dan penonton. Singkat kata, saya menyadari jika pada pertunjukan Dangdut perihal liveness menjadi esensial. Atas dasar itu, bagaimana musisi bertahan, mementaskan pertunjukan sepanjang Covid-19? Apa upaya yang dibuat oleh musisi? Bagaimana teknologi digital membantu dalam memproduksi liveness? Artikel ini akan menyelisik dan meneliti apa-apa saja yang telah dilakukan oleh agen Dangdut pada media tertayang. Untuk meneliti fenomena ini, Saya merujuk pada perdebatan mengenai liveness pada pertunjukan langsung atau pertunjukan tertaryang dari sudut pandang Performance Studies. Lebih lanjut, artikel ini mendiskusikan bagaimana musisi seperti Ndarboy Genk, Guyon Waton, Denny Caknan, dan OM Wawes mencoba meretas persoalan liveness pada dangdut. Pertunjukan-pertunjukan it memiliki intensi untuk mencerahkan pengalaman akan liveness pada pertunjukan digital. Pertunjukan-pertunjukan itu membuktikan kebertahanan dari agen Dangdut selama Covid-19. Dengan membongkar hal ini, artikel ini akan memperkaya sudut pandang Performance Studies dan kajian musik populer.

Melayu Orchestra Sonata performed in Jombang, East Java. Source: Photo by author, 2017.

Downloads

Published

2024-06-26

How to Cite

Raditya, M. H. B. (2024) “Can We Dance While Seeing the Screen? Liveness in Three Dangdut Performances During the Covid-19 | Dapatkah kita berjoged sambil Menonton Layar: Liveness pada Tiga Pertunjukan Dangdut selama Covid-19”, SPAFA Journal, 8, pp. a1-a18. doi: 10.26721/spafajournal.0pzoweu6wt.

Issue

Section

Art and Cinema in the Midst of Crisis in Southeast Asia